Tuesday, July 5, 2011

JULI : TANABATA FESTIVAL (FESTIVAL BINTANG)

Tanabata atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kota Sendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.
Tanggal festival Tanabata dulunya mengikuti kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat daripada kalender Gregorian. Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata diadakan malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus.
Aksara kanji yang digunakan untuk menulis Tanabata bisa dibaca sebagai shichiseki malam ke-7. Di zaman dulu, perayaan ini juga ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, tapi tetap dibaca Tanabata . Tradisi perayaan berasal dari Tiongkok yang diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara.

Tanggal perayaan

Di zaman kuno Tiongkok terdapat tradisi merayakan pergantian musim di bulan ke-7 hari ke-7 menurut kalender Tionghoa (bulan ke-7 merupakan bulan pertama di musim gugur). Alasan dan sejak kapan hari ke-7 bulan ke-7 mulai dijadikan hari istimewa tidak diketahui dengan pasti. Literatur tertua yang menceritakan peristiwa di hari tersebut adalah Simin yueling almanak petani karya Cui Shi yang menulis tentang tradisi menjemur atau mengangin-anginkan buku di bawah sinar matahari.
Menurut kalender yang pernah digunakan di Jepang seperti kalender Tempo, Tanabata dirayakan pada hari ke-7 bulan ke-7 sebelum perayaan Obon. Setelah kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, Tanabata dirayakan pada 7 Juli, sedangkan sebagian upacara dilakukan di malam hari tanggal 6 Juli. Di wilayah Jepang sebelah timur seperti Hokkaido dan Sendai, perayaan dilakukan sebulan lebih lambat sekitar 8 Agustus.
Sejarah
Tanabata diperkirakan merupakan sinkretisme antara tradisi Jepang kuno mendoakan arwah leluhur atas keberhasilan panen dan perayaan Qi Qiao Jie asal Tiongkok yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun. Pada awalnya Tanabata merupakan bagian dari perayaan Obon, tapi kemudian dijadikan perayaan terpisah. Daun bambu (sasa) digunakan sebagai hiasan dalam perayaan karena dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.
Legenda Qi Xi pertama kali disebut dalam literatur Gushi shijiu shou (19 puisi lama) asal Dinasti Han yang dikumpulkan kitab antologi Wen Xuan . Selain itu, Qi Xi juga tertulis dalam kitab Jing-Chu suishi ji ( festival dan tradisi tahunan wilayah Jing-Chu) dari zaman Dinasti Utara dan Selatan, dan kitab Catatan Sejarah Agung. Literatur Jing-Chu suishi ji mengisahkan para wanita memasukkan benang berwarna-warni indah ke lubang 7 batang jarum pada malam hari ke-7 bulan ke-7 yang merupakan malam bertemunya Qian Niu dan Zhi Nu, dan persembahan diletakkan berjajar di halaman untuk memohon kepandaian dalam pekerjaan menenun.
Legenda asli Jepang tentang Tanabatatsume dalam kitab Kojiki mengisahkan seorang pelayan wanita (miko) bernama Tanabatatsume yang harus menenun pakaian untuk dewa di tepi sungai, dan menunggu di rumah menenun untuk dijadikan istri semalam sang dewa agar desa terhindar dari bencana. Perayaan Qi Xi dihubungkan dengan legenda Tanabatatsume, dan nama perayaan diubah menjadi "Tanabata". Di zaman Nara, perayaan Tanabata dijadikan salah satu perayaan di istana kaisar yang berhubungan dengan musim. Di dalam kitab antologi puisi waka berjudul Man'yōshū terdapat puisi tentang Tanabata karya Ōtomo no Yakamochi dari zaman Nara. Setelah perayaan Tanabata meluas ke kalangan rakyat biasa di zaman Edo, tema perayaan bergeser dari pekerjaan tenun menenun menjadi kepandaian anak perempuan dalam berbagai keterampilan sebagai persiapan sebelum menikah.




Legenda
Legenda Tanabata di Jepang dan Tiongkok mengisahkan bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra sebagai Orihime (Shokujo), putri Raja Langit yang pandai menenun. Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi (Kengyū). Hikoboshi rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime. Suami istri Hikoboshi dan Orihime hidup bahagia, tapi Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala. Raja Langit sangat marah dan keduanya dipaksa berpisah. Orihime dan Hikoboshi tinggal dipisahkan sungai Amanogawa (galaksi Bima Sakti) dan hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam hari ke-7 bulan ke-7. Kalau kebetulan hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu suami. Sekawanan burung kasasagi terbang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa supaya Hikoboshi dan Orihime bisa menyeberang dan bertemu.
Literatur klasik tentang legenda Tanabata melahirkan berbagai macam variasi cerita rakyat di berbagai daerah di Tiongkok. Di beberapa tempat, variasi legenda Tanabata dijadikan naskah sandiwara dan diangkat sebagai naskah Opera Tiongkok. Di antara naskah-naskah yang terkenal seperti Tian he pei dipentaskan sebagai Opera Beijing. Kisahnya tentang penggembala sapi bernama Niulang yang mencuri pakaian salah seorang bidadari bernama Zhinu yang sedang mandi. Niulang menikah dengan Zhinu sampai pada akhirnya bidadari Zhinu harus kembali ke langit. Niulang mengejar Zhinu sampai naik ke langit, tapi ibu Zhinu yang bernama Xi Wangmu (dewi surga) memisahkan tempat tinggal Niulang dan Zhinu dengan sebuah sungai. Cerita ini mirip dengan cerita rakyat Jepang yang berjudul Hagoromo.
Bintang bernama Zhinu dan bintang bernama Niulang pertama kali disebut dalam kitab Shi Jing (kira-kira terbitan 1000 SM), tapi tidak secara pasti menunjuk ke bintang yang spesifik. Dalam kitab Catatan Sejarah Agung asal Dinasti Han Barat, bintang Niulang menunjuk ke rasi bintang lembu dan bintang Zhinu menunjuk ke rasi bintang Kawatsusumi. Sesuai dengan perkembangan legenda Tanabata, bintang Niulang (Hikoboshi) akhirnya menunjuk ke bintang Altair.

Tradisi
Perayaan dilakukan di malam ke-6 bulan ke-7, atau pagi di hari ke-7 bulan ke-7. Sebagian besar upacara dimulai setelah tengah malam (pukul 1 pagi) di hari ke-7 bulan ke-7. Di tengah malam bintang-bintang naik mendekati zenith, dan merupakan saat bintang Altair, bintang Vega, dan galaksi Bima Sakti paling mudah dilihat.
Kemungkinan hari cerah pada hari ke-7 bulan ke-7 kalender Tionghoa lebih besar daripada 7 Juli yang masih merupakan musim panas. Hujan yang turun di malam Tanabata disebut Sairuiu , dan konon berasal dari air mata Orihime dan Hikoboshi yang menangis karena tidak bisa bertemu.
Festival Tanabata dimeriahkan tradisi menulis permohonan di atas tanzaku atau secarik kertas berwarna-warni. Tradisi ini khas Jepang dan sudah ada sejak zaman Edo. Kertas tanzaku terdiri dari 5 warna (hijau, merah, kuning, putih, dan hitam). Di Tiongkok, tali untuk mengikat terdiri dari 5 warna dan bukan kertasnya. Permohonan yang dituliskan pada tanzaku bisa bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang menulis.
Kertas-kertas tanzaku yang berisi berbagai macam permohonan diikatkan di ranting daun bambu membentuk pohon harapan di hari ke-6 bulan ke-7. Orang yang kebetulan tinggal di dekat laut mempunyai tradisi melarung pohon harapan ke laut sebagai tanda puncak perayaan, tapi kebiasaan ini sekarang makin ditinggalkan orang karena hiasan banyak yang terbuat dari plastik.
Pada saat Tanabata biasanya akan dinyanyikan lagu seperti ini:
Sasano wa sara sara (Sasano* mengalir dengan lancar)
Nokiba ni yureru (Ujungnya bergoyang goyang)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Kin gin sunago (Bertaburan bagai emas perak)
Goshiki no tanzaku (Berwarna warni harapan dan doa)
Watashi ga kaita (Yang aku tulis)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Sora kara miteru (Dilihat dari langit)







*Sasano = Perahu yang terbuat dari lipatan daun bambu*




Sendai Tanabata









Perayaan di berbagai daerah
Tanabata dirayakan secara besar-besaran di berbagai kota, seperti: Sendai, Hiratsuka, Anjo, dan Sagamihara. Perayaan dimulai setelah Perang Dunia II dengan maksud untuk menggairahkan ekonomi, terutama di wilayah Jepang bagian utara.
Di zaman dulu, Sendai sering berkali-kali dilanda kekurangan pangan akibat kekeringan dan musim dingin yang terlalu dingin. Di kalangan penduduk lahir tradisi menulis permohonan di atas secarik kertas tanzaku untuk meminta dijauhkan dari bencana alam. Date Masamune menggunakan perayaan Tanabata untuk memajukan pendidikan bagi kaum wanita, dan hiasan daun bambu mulai terlihat di rumah tinggal kalangan samurai dan penduduk kota. Di zaman Meiji dan zaman Taisho, perayaan dilangsungkan secara kecil-kecilan hingga penyelenggaraan diambil alih pusat perbelanjaan di tahun 1927. Pusat perbelanjaan memasang hiasan Tanabata secara besar-besaran, dan tradisi ini berlanjut hingga sekarang sebagai Sendai Tanabata.








2006-07_Japan_110



sumber: dari berbagai sumber

No comments:

Sekilas JLCC


BIaya kursus JLCC 2009

PROGRAM STUDI DI JLCC

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat, JLCC menyelenggarakan :

Kelas Reguler
Tingkat Dasar 1 (Shokyu Nihongo 1)
Tingkat Dasar 2 (Shokyu Nihongo 2)
Tingkat Dasar 3 (Shokyu Nihongo 3)
Tingkat Dasar 4 (Shokyu Nihongo 4)

Keterangan
setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
Jumlah pertemuan 1 minggu 2 x 90 menit
minimal 10 peserta / kelas

Kelas Lanjutan
Tingkat Lanjutan 1 (Chukyu Nihongo 1)
Tingkat Lanjutan 2 (Chukyu Nihongo 2)
Tingkat Lanjutan 3 (Chukyu Nihongo 3)

Keterangan
setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
jumlah peremuan 1 minggu 2 x 90 menit
Minimal 10 peserta / kelas

Kelas Intensive
Materi pengajaran, biaya pendaftaran & biaya Kursus kelas Intensive ini pada dasarnya sama dengan kelas reguler, hanya waktu pelaksanaan dipadatkan menjadi 2 bulan dengan jumlah pertemuna 4 x 1 minggu, masing masing pertemuan 90 menit

Kelas Percakapan (KAIWA)
Percakapan Dasar (KAIWA 1)
Percakapan Lanjutan (KAIWA 2)
Percakapan Lanjutan (KAIWA 3)

Keterangan
Setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
Jumlah pertemuan 1 mingu 2 x 90 menit
Minimal 5 peserta/kelas

Kelas Percakapan ini diperuntukan bagai siswa yang minimal sudah menyelesaikan Tingkat Dasar 3 (Shokyu Nihongo 3) atau setara dengan itu.

Selain paket paket program tersebut di atas, JLCC juga menyediakan beberapa paket lain seperti Kelas Private, Kelas Bahasa Indonesia untuk orang Jepang, menerima penerjemahan, menyediakan tenaga Interpreter dan lain lain.

Peta Lokasi JLCC

Peta Lokasi JLCC
JLCC Jl. Sabang No 19 Bandung

Japanese tea ceremony demo

Staff Pengajar JLCC

Staff Pengajar JLCC
Berdiri mulai dari kiri: Ade S Sensei, Herdis Sensei, Jonjon J Sensei, Yuyu Sensei, Sudjianto Sensei Duduk mulai dari kiri : Sisca Sensei, Halina Sensei , Aliawati Sensei, Miyanaga Sensei, Nina Sensei

Berdiri dari kiri ke kanan : Aliawati Sensei, Mariko Sensei, Halina Sensei, Nina Sensei, Sisca Sensei Duduk dari Kiri ke Kanan : Ade S Sensei, Yuyu Sensei, Jonjon J Sensei