Wednesday, December 8, 2010

IKEBANA

Tidak ada yang tahu dari mana Ikebana berasal, tetapi diperkirakan ia masuk ke Jepang bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Namun demikian ada juga kalangan yang mengatakan bahwa Ikebana suda ada di Jepang sebelum agama Buddha berkembang di sana, saat masyarakat Jepang masih menggunakan bunga dan tumbuhan segar untuk menghormati dewa penguasa alam, hal yang kelak menjadi inti dari ajaran Ikebana. Apapun kebenaran teori ini kedekatan hubungan masyarakat Jepang dengan alam jelas terlihat dalam tulisan-tulisan seputar Jepang di masa awal.

Rangkaian Ikebana diketahu sudah mulai tampak di masa Muromachi (akhir abad 14-pertengahan abad 16). Di masa tersebut, berbagai hal lahir dan dipandang sebagai seni tradisional Jepang dengan pakem-pakem keindahan tersendiri. Gaya shoin pada arsitektur tempat tinggal , upacara minum teh, Ikebana, pertunjukan Noh, desain taman dan puisi berirama yang semua berawal di masa Muromachi.

Namun demikian seluruhnya ini bukan budaya pop spontan. Daimyo dan shogun, penguasa feodal dan para jendral memberikan tanggung jawab dan teknik estetika kepada para doboshu(kelompok seniman). Beberapa doboshu berkonsentarasi pada kegiatan merangkai bunga serta melahirkan sebuah gaya dasar, yakni dahan yang berdiri di tengah vas dan dikenal dengan istilah tatebana. Sejak itu mulai bermunculan para master perangkai bunga. Ikenobo Senkei, seorang pendeta di Rokkakudo, Kyoto adalah seorang tokoh yang paling berpengaruh. Gaya Tatebananya dikembangkandan disebarluaskan oleh Ikenobo Senno dan Ikenobo Sen'e, diatara kelas samurai dan aristokratnya seiring dengan perkembangan seni upacara minum teh yang membutuhkan keseriusan. Sejak periode Azuchi Momoyama hingga periode Edo, Ikebana merupakan seni hidup yang berubah sesuai waktu di sisi baik maupun buruknya.

Pada periode Edo, Ikebana diwujudkan dalam bentuk yang paling serius, Senno Rikkyu mengaplikasikan Tatebana yang menjadi gaya Ikenobo dalam Chabana (rangkaian bunga sederhana untuk ruang teh)yang melompat dari kelas tentara samurai warior ke kelas pedagang dan masyakarat kota dan merubahnamanya menjadi Rikka. Namun pada perkembanganya, semangat kreatifitas Rikka semakin pudar dan efek geometrisnya hilang dalam dekoratif, menjadi simbol gaya berkelas Seika atau Shoka. Seika didasarkan pada struktur kerja tria-ngular, ten-chi-jin, jo-ha-kyu atau sin-gyo-so; yang merupakan cara berbeda dari ungkapan surga bumi manusia. Banyak sekolah baru dibuka untuk mengajarkan gaya baru Seika dan sistem lemoto pun dimulai.

Seiring dengan periode modernisasi Meiji, Ikebana turut dimanfaatkan. Pemerintah Meiji, bagaimanapun juga telah berkomitmen untuk mengajari para wanita dan belakangan menetapkan sebagai latihan untuk menjadikan wanita sebagai "isteri yang baik dan ibu yang bijaksana". Pemerintah secara jelas menetapkan bahwa sebagai bagian dari formasi karakter ini, Ikebana, yang pernah menjadi bentuk seni kaum lelaki sejak itu menjadi standar bagian pendidikan wanita. Keputusan ini mengembangkan dasar kelahiran kembali Ikebana dan juga, pada satu generasi, membuatnya melampaui kegiatan kaum lelaki dan terbuka bagi wanita walaupun pada saat itu wanita terlarang secara hukum untuk mengembangkan apapun Di akhir abad ke -19. ketika masyarakat mulai bercocok tanam ala barat, Ohara Unshin mempopulerkan gaya moribana yang digunakan untuk bunga-bunga dari barat dalam rangkaian Ikebana.

Dalam hal ini, Ikebana dan lingkup budayanya telah mewarnai sejarah jepang.
Di Indonesia , dikenal tujuh aliran ikebana.
Ikenobo, ohara, koryu, misho-ryu, sogetsu, ichiyo dan shofukadokai.
Shofukadokai Filosofi adalah aliran yang dimulai Shofu Ryu pada 1917 yang melimpahkan perasan lewat tanaman. Pada perkembangannya, limpahan perasaan tadi dipadukan dengan ide lain serta meningkatkan rasa seni lewat tanaman.


disarikan dari berbagai sumber.

Sekilas JLCC


BIaya kursus JLCC 2009

PROGRAM STUDI DI JLCC

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat, JLCC menyelenggarakan :

Kelas Reguler
Tingkat Dasar 1 (Shokyu Nihongo 1)
Tingkat Dasar 2 (Shokyu Nihongo 2)
Tingkat Dasar 3 (Shokyu Nihongo 3)
Tingkat Dasar 4 (Shokyu Nihongo 4)

Keterangan
setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
Jumlah pertemuan 1 minggu 2 x 90 menit
minimal 10 peserta / kelas

Kelas Lanjutan
Tingkat Lanjutan 1 (Chukyu Nihongo 1)
Tingkat Lanjutan 2 (Chukyu Nihongo 2)
Tingkat Lanjutan 3 (Chukyu Nihongo 3)

Keterangan
setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
jumlah peremuan 1 minggu 2 x 90 menit
Minimal 10 peserta / kelas

Kelas Intensive
Materi pengajaran, biaya pendaftaran & biaya Kursus kelas Intensive ini pada dasarnya sama dengan kelas reguler, hanya waktu pelaksanaan dipadatkan menjadi 2 bulan dengan jumlah pertemuna 4 x 1 minggu, masing masing pertemuan 90 menit

Kelas Percakapan (KAIWA)
Percakapan Dasar (KAIWA 1)
Percakapan Lanjutan (KAIWA 2)
Percakapan Lanjutan (KAIWA 3)

Keterangan
Setiap tingkat ditempuh dalam waktu 4 bulan
Jumlah pertemuan 1 mingu 2 x 90 menit
Minimal 5 peserta/kelas

Kelas Percakapan ini diperuntukan bagai siswa yang minimal sudah menyelesaikan Tingkat Dasar 3 (Shokyu Nihongo 3) atau setara dengan itu.

Selain paket paket program tersebut di atas, JLCC juga menyediakan beberapa paket lain seperti Kelas Private, Kelas Bahasa Indonesia untuk orang Jepang, menerima penerjemahan, menyediakan tenaga Interpreter dan lain lain.

Peta Lokasi JLCC

Peta Lokasi JLCC
JLCC Jl. Sabang No 19 Bandung

Japanese tea ceremony demo

Staff Pengajar JLCC

Staff Pengajar JLCC
Berdiri mulai dari kiri: Ade S Sensei, Herdis Sensei, Jonjon J Sensei, Yuyu Sensei, Sudjianto Sensei Duduk mulai dari kiri : Sisca Sensei, Halina Sensei , Aliawati Sensei, Miyanaga Sensei, Nina Sensei

Berdiri dari kiri ke kanan : Aliawati Sensei, Mariko Sensei, Halina Sensei, Nina Sensei, Sisca Sensei Duduk dari Kiri ke Kanan : Ade S Sensei, Yuyu Sensei, Jonjon J Sensei